Search

[ daily_walk ] MAZMUR 27 Pdt. Billy Kristanto, Dipl.Mus., M.C.S.

MAZMUR 27

oleh: Pdt. Billy Kristanto, Dipl.Mus., M.C.S.


Bacaan Alkitab: Mazmur 27.


Bagian dari Mazmur 27 yang terkenal ini diberi judul “The Lord is My Light” oleh seorang komentator. Bagian ini begitu khusus dan merupakan suatu gambaran tentang Tuhan yang sangat unik. Di dalam Perjanjian Baru, deskripsi tentang Tuhan adalah terang memang sangat banyak digunakan. Di dalam Injil Yohanes misalnya dikatakan bahwa Yesus adalah terang yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia. Tetapi di Perjanjian Lama, gambaran Tuhan adalah terang tidak sejelas dalam PB. Memang terdapat ayat-ayat dalam Perjanjian Lama di bagian yang lain seperti: “Di dalam terangMu kami melihat terang” (Mzm 36:10) atau “Sebab Tuhan akan menjadi penerang abadi bagimu” (Yes 60:20). Tetapi di mana dikatakan bahwa Tuhan adalah terangku, secara khusus terdapat dalam Mazmur 27.

The Lord is My Light and My Salvation. Saat kita memikirkan tentang terang, banyak pengertian yang bisa timbul. Terang adalah semacam metaphor, gambaran dari diri Tuhan sendiri. Mungkin saat kita membayangkan Tuhan, cara yang paling mudah adalah memikirkan terang, karena Tuhan memang bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Waktu kita memikirkan terang itu adalah terang yang bersinar di dalam kegelapan, muncul pertanyaan lain mengenai pengertian kegelapan itu sendiri. Kegelapan dapat berupa dosa dan kejahatan; juga dapat berarti suatu keadaan yang sulit atau lembah penderitaan.

Konteks di dalam Mazmur 27, lebih kepada pengertian yang kedua yaitu Tuhan adalah terangku dihubungkan dengan keselamatan dari saat-saat bahaya. Bukan terang dalam arti bahwa Tuhan akan memberikan kejelasan sehingga kita dapat melihat semua masa depan kita, tetapi terang di mana Tuhan adalah seberkas cahaya yang menerangi saat-saat yang kita anggap merupakan saat paling suram dalam hidup kita.

Di sini terang dikaitkan dengan keselamatan, terang dan pertolongan Tuhan. Tuhan menyatakan diri-Nya sebagai terang maksudnya bahwa di dalam Tuhan ada satu pengharapan yang tidak dapat ditawarkan oleh dunia ini. Hal ini merupakan sesuatu yang unik dan khusus dalam hidup kita dimana seharusnya kita juga mengalami turning point seperti ini dalam hidup kita yang sangat singkat. Mengalami pertolongan serta kebaikan Tuhan, akhirnya mengenal bahwa Tuhan adalah Juruselamat. Jika kita hanya mengenal Tuhan yang selalu menolong dan memberi jalan keluar atas persoalan hidup kita, kita tidak memiliki pemahaman iman lebih dalam sebagaimana dimengerti oleh Daud. Tuhan sebagai terang dan pertolongan seharusnya membawa manusia kepada pemahaman Tuhan adalah keselamatanku.

Berbicara tentang pengharapan, di Mazmur 27 ini juga dikaitkan bahwa orang yang berharap adalah orang yang tidak takut. Confidence (keyakinan) dikontraskan dengan ketakutan, orang yang memiliki keyakinan iman yang pasti tidak memiliki ketakutan di dalam dirinya. Orang beriman bukannya tidak mungkin pernah takut. Sebaliknya iman justru bertumbuh melalui proses mengalami keadaan serta situasi yang menakutkan. Dari ketakutan menuju kepada keyakinan yang teguh di dalam Tuhan.

Mazmur 27 terdiri dari 2 bagian yaitu ayat 1-6 yang merupakan suatu kepastian, suatu keyakinan bahwa manusia (dalam hal ini Daud) mendapatkan kepastian yang kokoh di dalam Tuhan. Di bagian ayat 7-14 penuh dengan lamentasi/ratapan/ keluhan dan juga doa-doa yang moving and touching.

Mazmur ini menggunakan alur mundur di mana dibicarakan kemenangan yang diraih dari akhir suatu pergumulan baru kemudian diceritakan kesulitan yang dihadapi dalam pergumulan itu menuju kedewasaan iman. Inilah yang harus kita pelajari bahwa kita mendapatkan pengharapan yang begitu pasti bukan dengan jalan yang mudah dan cepat tetapi dengan jalan yang disertai oleh penderitaan dan pergumulan (ratapan, keluhan, tangisan, dukacita dan sebagainya).

Orang yang imannya utuh adalah orang yang memiliki dukacita dalam hidupnya, kalimat ini sangat paradoks tetapi memang di dalam dimensi hidup kita harus ada waktu untuk berdukacita (sebagaimana dikatakan oleh Kitab Pengkhotbah). Karena kalau kita terus menerus dalam kebahagiaan maka kita hidup di dunia yang tidak nyata dan tidak pernah menyadari akan adanya dosa dan kejahatan. Daud pun dalam hidupnya juga belajar untuk meratap/mengeluh atau berdukacita di dalam dirinya.

Jika kita bandingkan dengan Mazmur yang lain, Mazmur ini memiliki kalimat-kalimat confidence/keyakinan yang begitu panjang (ayat 1-6). Pada ayat pertama kita telah belajar bahwa keyakinan dapat menghalau ketakutan atau kegemetaran. Kemudian pada ayat 2-6 kita juga dapat melihat bahwa Daud memiliki keyakinan yang luar biasa, bukan hanya di saat dia menjabat menjadi raja tetapi juga di saat-saat dia sedang sendiri dan menderita. Kenapa Daud dapat memiliki keyakinan yang seperti ini? Karena Daud merupakan orang yang mempunyai integritas di hadapan Tuhan, yang hidupnya diperkenan oleh Tuhan. Keberanian yang dimilikinya bukan berasal dari kekayaannya, pengetahuan serta bakat yang ada padanya, kekuatan militer yang mendukung dia. Daud juga adalah orang yang begitu banyak mengalami penderitaan dan pergumulan yang panjang dalam dirinya tetapi ia menjadi seorang yang belajar membangun keyakinannya di dalam Tuhan.

Keyakinan dapat berbahaya jika dengan keyakinan itu kita menjadi self-satisfied, sehingga merasa tidak memerlukan apa-apa lagi. Daud tidak demikian, walaupun dia telah mendapatkan, dia terus minta dengan lebih lagi kepada Tuhan (setelah mendapatkan keyakinan di dalam Tuhan). Bukan berarti Daud serakah, tetapi inilah yang disebut ambisi yang kudus di hadapan Tuhan. Selama berada di dunia manusia tidak mungkin mengalami kepenuhan yang sempurna. Rahasia ini dimengerti oleh Daud. Daud menginginkan lebih lagi di dalam Tuhan yaitu “diam di rumah Tuhan seumur hidupku, menyaksikan kemurahan (keindahan) Tuhan dan menikmati bait-Nya.”

Dalam kehidupan kekristenan ada sisi kebenaran yang bersifat rasional atau doktrinal, juga ada sisi keindahan diri Tuhan (estetika), kedua-duanya harus ada. Gereja yang utuh memiliki pengertian doktrinal yang kuat, tetapi juga membawa kepada kehidupan yang mengecap dan menikmati keindahan Tuhan.

Daud minta untuk diam di rumah Tuhan untuk menyaksikan keindahan Tuhan (tempat yang khusus dengan makna yang khusus). Perjanjian Lama tidak memisahkan konsep tempat (Bait Allah) dan kehadiran Allah. Sementara kita sekarang cenderung kepada dua ekstrem yang sama-sama keliru: di satu sisi ada orang yang melakukan de-sakralisasi segala sesuatu yang hanya dianggap simbol belaka, yang penting adalah makna rohaninya (contoh sederhana: berdoa sambil tidur pun boleh kalau sudah terlalu lelah, yang penting isi hati kita di hadapan Tuhan. Demikian juga gedung Gereja dianggap sebagai tempat yang sama sekali tidak ada bedanya dengan gedung-gedung lain); sementara di sisi yang lain ada juga golongan yang terlalu menyakralkan tempat serta benda-benda tertentu, seolah-olah tanpa itu Tuhan tidak dapat berkarya (contoh sederhana: tidak bisa berdoa kalau tidak di dalam gedung gereja, tidak bisa berdoa tanpa bantuan benda-benda tertentu). Sebagaimana dikatakan oleh Karl Rahner, sebenarnya simbol dan yang disimbolkan (signifier and the signified) merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Misalnya jika kita berdoa kita menundukan kepala (symbol) dan sekaligus mengekspresikan isi hati kita yang merendahkan diri di hadapan Allah (meaning). Di sini Daud mengintegrasikan kedua-duanya. Dia rindu menyaksikan keindahan Tuhan, maka dia pergi ke Bait Allah yang adalah rumah Tuhan. Kiranya kerinduan Daud ini juga kita miliki sebagai teladan pada saat kita beribadah.

Istilah mencari wajah Tuhan banyak digunakan di Alkitab, wajah Tuhan adalah saat di mana Tuhan memandang dan menyinari kita, maksudnya Tuhan berkenan dan memberkati hidup kita. Tuhan berpaling berarti Tuhan murka. Sedangkan Tuhan menyinari dengan wajah-Nya merupakan berkat. Orang Kristen tidak bebas dari murka Tuhan saat berdosa. Jika kita berpikir bahwa orang Kristen selalu bebas dari murka Tuhan berarti iman kita memiliki pengertian yang keliru dan menganggap kasih karunia sebagai hal yang murah. Tuhan murka ketika Daud berbuat dosa. Demikian juga Dia pernah murka kepada Musa, hamba Tuhan yang berbicara dengan Tuhan muka dengan muka. Daud mengerti kebenaran hal ini, itulah sebabnya dia bergumul untuk terus mencari wajah Tuhan, berarti memohon belas kasihan, kasih karunia Tuhan, karena kehidupannya pun tidak luput dari dosa dan kesalahan.

Kehidupan seseorang yang sungguh-sungguh diberkati Tuhan adalah kehidupan yang mendapatkan kasih karunia Tuhan. Dalam ayat 14, meskipun Daud hidupnya diperkenan di dalam Tuhan tapi dia seringkali harus menanti Tuhan sendiri. Wait for the Lord, bukan wait for the solutions. Kadang manusia lebih berorientasi kepada solusi atau jalan keluar dan bukannya kepada Tuhan. Daud mengajarkan untuk menantikan Tuhan, bukan menantikan jalan keluar. Karena jika kita hanya menantikan jalan keluar, maka di saat kita mendapatkan jalan keluar tersebut kita dapat melupakan Tuhan. Tetapi jika kita menantikan Tuhan kita akan menghargai Tuhan lebih daripada jalan keluar. Di dalam kehidupan juga kita harus belajar seperti Daud dengan terus menantikan Tuhan bahkan seluruh hidup kita dari sekarang hingga jumpa Tuhan adalah masa penantian (advent).

Orang yang berjaga-jaga adalah orang yang waspada dan menantikan Tuhan. Di dalam perumpamaan dikatakan bahwa ada orang yang tertidur dan orang yang siap sedia. Siap sedia berarti memiliki kesadaran penantian yang lebih tinggi sementara yang tertidur adalah mereka yang lupa dan masuk dalam kerumitan belenggu urusan dunia sehari-hari dan tidak melihat lagi hal yang bersifat spiritual, kekekalan dan penantian akan Tuhan.

Berbahagialah orang yang menantikan Tuhan karena mereka akan mengisi kehidupnya dengan hidup Tuhan sendiri.

"God is most glorified in us when we are most satisfied in Him" (Rev. John Stephen Piper, D.Theol.)

Comments

Popular posts from this blog

[ post ] my christian t-shirt... ^^

Lightroom 5.7 Serial Number

Programs and its serial numbers